Surabaya bukan hanya Kota Pahlawan. Belakangan ini juga jadi Kota Properti. Kok bisa? Kabarnya, untuk beberapa tahun ke depan, Surabaya dianggap kota paling berpotensi untuk menghidupkan bisnis properti.
Sebagai kota kedua terbesar di Indonesia, Surabaya menjadi patokan sebuah standar penilaian bisnis dan investasi setelah Jakarta. Termasuk untuk sektor properti.
Kawasan pusat Kota Surabaya masih menjadi incaran pengembang untuk meluaskan bisnis propertinya. Ada sekitar 192.168 meter persegi yang terbangun di wilayah tersebut. Namun, tidak dipungkiri wilayah lain bakal berkembang juga.
Secara suplai, di area Selatan juga banyak. Meski saat ini masih didominasi Central Surabaya. Tetapi untuk kedepannya wilayah selatan akan berkembang juga gedung perkantorannya.Khusus nya Surabaya Selatan di wilayah Jemursari juga masih menjadi incaran pengembang untuk meluaskan bisnis mereka.
Banyaknya gedung perkantoran, Ruko – ruko, Restoran dan hotel, Selain itu juga pembangunan insfrastruktur juga mampu mempengaruhi tingkat kredibilitas harga pasaran tanah di wilayah tersebut.
Dan sekarang Dampak dari pandemi COVID 19 terjadi anjloknya pasar properti nasional kiranya tidak sepenuhnya terjadi di Surabaya khususnya wilayah Surabaya Selatan. Pasalnya, presentase penurunan yang terjadi di Surabaya jauh lebih kecil dibanding penurunannya di wilayah Jabodetabek
Bussiness Development Executive Ray White Indonesia, Robby Simon mengatakan, pasar properti di Surabaya jauh lebih baik dibanding pasar properti di wilayah Jabodetabek. Pada kuartal pertama 2020, pasar properti di Jabodetabek mengalami penurunan sebesar 50,1 persen, sementara pasar properti di Surabaya hanya tergerus kisaran 20 persen hingga 30 persen.
“Dan penurunan ini pun bukan disebabkan karena daya beli yang tidak ada, tetapi lebih disebabkan karena psikologi pembeli saja. Hanya karena psikologi saja konsumen menunda pembelian. Jadi tinggal bagaimana mengubah persepsi mereka. Karena sebenarnya saat ini adalah waktu yang tepat untuk membeli properti, “ ujar Robby Simon saat Webinar Kadin Jatim bersama Aptiknas dan Arebi Jatim, Senin (22/6/2020)
Menurut Robby, sebenarnya pada awal tahun 2020 pasar properti tanah air sudah menunjukkan gelagat yang cukup baik. Itu terlihat pada kuartal pertama 2020, tercatat realisasi investasi properti mencapai Rp. 100 triliun dengan jumlah proyek baru sebanyak 1.245 proyek di seluruh Indonesia. “Namun kinerja ini harus berhenti akibat pandemi COVID 19, “ tandas Robby
Disisi lain, lanjut Robby, strategi marketing juga harus diubah karena COVID 19 menjadi pertanda selesainya masa industrialisasi dan dimulainya masa digitalisasi informasi. Sehingga, model promosi yang dilakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
“Properti adalah kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia, tetapi market saat ini lebih banyak berbicara tentang kebutuhan. Ada dua kriteria properti yang diminati dan cepat laku, pertama hunian yang ready stock dan kedua rumah seken yang nilai jualnya dibawah pasar, “ pungkas Robby.
Sebelumnya, Ketua DPD Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) Jawa Timur, Rudy Sutanto mengatakan, sekarang ini konsumen membeli properti sesuai kebutuhan.
“ Pertimbangan konsumen sekarang lebih dalam atau detil dari sisi harga, lokasi dan aksesibilitas dari properti tersebut. Itulah perilaku yang sekarang ditunjukkan oleh konsumen saat harga properti secondary turun sampai 30 persen, “ kata Principal Java Property Citraland Surabaya.
Menurut Rudy, merebaknya pandemi virus corona atau Covid-19 berdampak merosotnya harga properti secondary di Surabaya hingga mencapai 30 persen.
“Konsumen properti sekarang umumya menyadari betul bahwa saat ini merupakan saat yang tepat untuk mendapatkan properti karena harganya sedang turun drastis. Adapun produk properti secondary yang banyak diminati konsumen adalah ruko (rumah toko), gudang dan rumah.
***
Kondisi angka penderita COVID 19 di Surabaya, Jawa Timur melonjak pada Sabtu, 11 Juli 2020. Tercatat ada tambahan pasien sebanyak 210 orang.
Dengan tambahan pasien tersebut, total pasien positif COVID 19 di Surabaya menjadi 7.092 orang. Mengutip peta sebaran COVID 19 di laman lawanCOVID 19, Minggu (12/7/2020), berdasarkan sumber dinas kesehatan Kota Surabaya, total pasien COVID 19 di Surabaya itu rinciannya antara lain 6.994 orang dari Surabaya dan 98 orang dari luar Surabaya hingga 11 Juli 2020.
Total pasien terkonfirmasi positif COVID 19 dalam perawatan sebanyak 3.097 orang. Pasien sembuh dari COVID 19 di Surabaya bertambah menjadi 3.365 orang dan dari luar Surabaya sebanyak 30 orang.
Pasien meninggal karena COVID 19 bertambah menjadi 594 orang dan dari luar Surabaya sebanyak enam orang.
Total pasien dalam pengawasan (PDP) terkait COVID 19 mencapai 5.785 orang. Dari jumlah tersebut, PDP dalam pengawasan sebanyak 2.304 orang dan PDP sembuh mencapai 3.045 orang. PDP meninggal ada 436 orang.
Selain itu, total kumulatif ODP mencapai 4.625 orang. Rinciannya ODP dipantau sebanyak 399 orang dan ODP selesai dipantau ada 4.186 orang. ODP meninggal sebanyak 40 orang.
Khususnya untuk wilayah Surabaya Selatan:
Pasien positif: 1.637 orang
Konfirmasi sembuh: 732 orang
ODP: 1.282 orang
ODP selesai dipantau: 1.148 orang
ODP dipantau: 120 orang
PDP: 1.429 orang
PDP sembuh: 707 orang
PDP meninggal: 103 orang
Konfirmasi meninggal: 130 orang
Penyebaran COVID 19 di perkampungan Surabaya dikabarkan mulai landai. Namun penyebaran di perumahan mewah malah meningkat.
Kasus COVID 19 di perumahan mewah Surabaya pertama kali ditemukan di wilayah selatan. “Kalau utara kan jarang perumahan mewah. Yang pertama kali ditemukan di wilayah selatan, “ kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini kepada wartawan di Balai Kota Surabaya, Rabu (1/7/2020)
***
Kondisi pasca-pandemi dari Segi Masyarakat
Penerapan New Normal atau kenormalan baru diharapkan akan segera memperbaiki perekonomian Negara yang sedang terpuruk. Penerapan New Normal bertujuan menekan penyebaran virus, tetap menjalankan aktivitas sehari-hari seperti biasanya, New Normal kini mulai diterapkan di beberapa provinsi di Indonesia termasuk di Kota Surabaya.
Menganalisis dari konsep New Normal secara sosiologis melihat respon masyarakat menjalani kehidupan baru dengan menggunakan konsep AGIL (Adaptation, Goal, Integration dan Latency) yang di populerkan oleh sosiolog Amerika, Tallcot Parsons.
Pertama, adaptation atau adaptasi, tahap ini mengharuskan adanya pembiasaan kebiasaan baru di masyarakat. Kebiasaan dimaksud, seperti penggunaan masker, menjaga jarak, tidak berkerumun, sering-sering mencuci tangan, dan sebagainya. Sulit awalnya, karena memang merubah kebiasaan.
Kedua, goal atau tujuan, sistem sosial memiliki tujuan yang harus dicapai, dan tujuannya bagaimana sistem sosial tetap bertahan. New normal sendiri memiliki tujuan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dengan tetap menjalankan aktivitas sehari-hari seperti biasanya. Tujuan ini akan tercapai jika masyarakat mampu beradaptasi dengan kebiasaan baru di era new normal.
Ketiga, Integration atau integrasi). Pada tahap ini, diperlukan kerja sama yang baik antar berbagai komponen seperti pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat.
Integrasi menjadi penting, karena satu sama lain saling mempengaruhi, jika pemerintah sudah membuat aturan, maka aturan itu harus dijalankan. Tanpa adanya integrasi, kebijakan new normal akan sia-sia dan hanya jalan ditempat, tanpa ada hasil yang dicapai.
Sedangkan, keempat yaitu Latency atau laten. Ini merupakan tahapan terakhir, latensi adalah pemeliharaan nilai, norma, dan budaya yang dianut masyarakat.
Setelah masyarakat mampu beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan baru dan tercapainya tujuan New Normal, maka seluruh komponen masyarakat perlu untuk menjaga nilai, norma, dan budaya baru yang sudah terbentuk. Pemeliharaan sistem sosial New Normal diperlukan supaya sistem ini tetap bertahan dan tidak ambruk.
Untuk itulah perlu adanya kerja sama dari semua komponen masyarakat untuk beradaptasi dengan kebiasan-kebiasaan baru di era new normal. Selanjutanya kebiasaan baru yang sudah terbentuk tersebut perlu dijaga dan dipertahankan guna mencapai tujuan new normal. Jika kesemuanya itu telah dijalankan, bukan tidak mungkin penerapan New Normal akan berhasil.
Kondisi pasca-pandemi dari Segi Properti
Pasar properti saat ini sedang dalam kondisi “menunggu” baik buyer maupun suplier (Developer). Demand di pihak buyer, bukannya kehilangan minat untuk membeli atau berinvestasi di bidang properti, dan pihak pengembang selaku suplier pasar juga bukannya tidak memiliki modal atau bermaksud memindahkan investasinya di sektor lain, tetapi kedua pihak dalam.posisi saling menunggu hingga situasi menjadi “aman” dan mampu “menyelamatkan” posisi keuangan mereka. Ini juga bergantung kepada pemerintah dan stimulus terhadap bisnis properti.
Dalam “masa penantian” ini, tentunya masih ada harapan di masa pasca pandemik nantinya sektor properti akan bangkit kembali. Bagi “buyer” segmen menengah atas, yang didominasi oleh para investor, tujuan utama melakukan pembelian properti adalah sebagai aset investasi. Di saat Pandemik ini tentunya mereka akan berusaha penuh untuk “menyelamatkan keuangan” mereka dan menjaga “cash flow”. Pilihan investasi mereka untuk saat ini tentu saja adalah asset-asset “safe heaven”. Di segment ini, karena menahan diri hanya bersifat sementara, tentunya tidak perlu dikhawatirkan lagi bahwa ” buyer” akan kembali berinvestasi di sektor properti, setelah berakhirnya pandemik virus corona dan perekonomian kembali pulih.
Sedangkan properti secondary untuk kondisi saat ini memang bukan kondisi market normal, kita sebagai agent properti harus terlebih dahulu memberikan edukasi kepada owner jika mau menjual propertinya. Apakah mereka siap untuk menjual propertinya dengan harga yang kurang bagus. Itu juga adalah salah satu tips untuk agen marketing mendapatkan listing properti. Jika memang owner serius mau menjualnya kita harus memberi masukkan bahwa harga sekarang pasti 10/15% dibawah harga pasaran normal. Bila owner merasa keberatan kita bilang ke mereka untuk silahkan menunggu waktu yang tepat bagi mereka.
Contoh kasus tahun lalu Ruko 3 lantai di Dharmahusada Indah dengan harga 5.5 Milyar dan sekarang turun menjadi harga 5 Milyar, bahkan ownernya pun ada yang mau melepas dengan harga 4.5 Milyar. Itu bisa kita lihat bahwa diskonnya pun lebih dari 10%.
Adapun info dari beberapa orang yang bekerja di saham, banyak dana – dana diparkir berupa cash karena mereka takut kemungkinan saham akan anjlok. Karena kondisi saham jelek maka dana yang tidur pasti masuk ke properti lagi. Kesempatan bagi agen – agen properti untuk berjualan properti masih besar dan tetap optimis karena properti menjadi Hot Investment.
Masukan untuk para agen properti bahwa semua pasti bisa, kuncinya jaman sekarang itu tidak cukup kerja keras saja tetapi harus bekerja smart. “ Jaringnya harus dipasang banyak supaya ikannya bisa di panen ” .
Share